Observasi Hari Ide KBQT di Pusat Kota

Ada lima kegiatan wajib di KBQT, salah satunya adalah Hari Ide. IYakni hari di saat warga belajar KBQT bisa menuangkan gagasan-gagasan yang muncul di pikiran masing-masing. Setiap warga belajar menuliskan ide yang ada di benak masing-masing, kemudian tulisan tersebut didokumentasikan, lalu didiskusikan bersama. Hari Ide bisa dilaksanakan dimana saja. Di ruang RC, di teras, di halaman, di serambi masjid, dan lain-lain.

Kali ini, Hari Ide pada Kamis (11/04) digelar dengan cara yang berbeda. Tema ide sudah ditentukan sebelumnya oleh Penanggung Jawab Hari Ide, yang terkait dengan tata kota Salatiga. Lokasi Hari Ide mengambil latar di pusat kota.

Kegiatan dimulai dengan briefing seluruh warga belajar di halaman RC KBQT. Kemudian pukul 08.00 mulai berangkat ke pusat kota menggunakan angkot. Lokasi kumpul pertama adalah di Taman Selasar Kartini. DI situ dimulailah pembagian menjadi empat kelompok yang masing-masing akan membuat ide dengan satu tema.

Empat tema yang dibagi ialah Pusat Perekonomian, Transportasi Umum, Tata Ruang, dan Ruang Publik. Rute penelusuran kelompok dimulai dari pusat perbelanjaan Ramayana, menyusuri jalan raya, sampai berkumpul lagi di Taman Selasar Kartini untuk mendiskusikan hasil observasi. Berikut ini laporan empat kelompok dan ide yang didapatkan;

Pusat Perekonomian: PASAR RAKYAT MODERN
Oleh: Kelompok 1 (Ziki, Hasnia, Dinar, Rahman, Iffah )

Awalnya kami memutuskan pergi ke Pasar Raya. Namun situasi tidak memungkinkan, maka kami putar balik menuju Taman Selasar Kartini Salatiga. Kami mendapat inspirasi ide dari hal-hal yang kami lihat dan amati selama perjalanan. Kami mengamati pasar, kedai-kedai jajan di pinggir jalan, juga toko-toko yang berjejer dengan manisnya tanpa menyediakan lahan parkir. Dari pengamatan ini muncul ide dalam diskusi kami. Masing-masing anggota kelompok menyatakan ide yang berbeda-beda. Kesimpulannya ialah; perlu didirikannya sebuah Pasar Rakyat Modern, sekaligus pusat kuliner Kota Salatiga.

Pasar tersebut cukup berupa pasar tradisional yang diperbaiki tata kelolanya lebih modern. Seperti adanya lahan parkir sendiri bagi para pedagang pasar, tempat khusus pedagang berjualan, sehingga tidak sembarangan berjualan di pinggir jalan dan mengganggu kelancaran lalu lintas.
Pasar itu menjadi solusi dari segala keresahan kami. Yakni, kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh pedagang yang berjualan tidak pada tempatnya. Contohnya seperti  Pasar Pagi, pedagang berjualan menggunakan pick-up di trotoar dan pinggir jalan.

Dengan adanya Pasar Rakyat Modern semacam ini, otomatis akan tersedia lahan parkir dan tempat khusus bagi para pedagang pasar, sehingga tidak mengganggu lalu lintas. Karena sistem Pasar Rakyat Modern mirip dengan pasar modern seperti swalayan, hanya saja dikembangkan untuk lebih merakyat. Yakni untuk membantu warga sekitar agar bisa memasarkan produknya sendiri, lokal dan asli produk khas Salatiga.

Pasar Rakyat Modern akan meningkatkan produktivitas dan kreativitas warga setempat untuk memasarkan produk-produk lokal. Entah itu berupa produk kuliner, kerajinan tangan, busana, furnitur,, dan lain sebagainya. Juga bisa saja menjadi jujugan wisata, pusat kuliner, dan pusat oleh-oleh Salatiga. Juga bisa menjadi pusat kuliner.

Pasar Rakyat Modern yang letaknya strategis dapat memancing pengunjung maupun pelancong untuk jajan dan belanja di pasar tersebut. Otomatis pasar ini akan bisa memajukan ekonomi warga sekitar. Para pedagang pun bisa diuntungkan dengan berbagai fasilitas modern yang disediakan. Sehingga di pasar semacam ini, kenyamanan pedagang maupun pembeli terjamin. Termasuk juga dalam hal kebersihan dan keamanannya.

Selain itu, pasar ini tidak mengganggu lalu lintas jalan raya yang sering menimbulkan kemacetan dan ketidaknyamanan pengguna jalan.

Sarana Transportasi: HALTE KHUSUS ANGKOT
Oleh: Kelompok 2 (Alfay, Nanda, Raka, Tita, Nabil, Sania, Fahima)

Di Salatiga sangat banyak kita jumpai transportasi umum yang dibutuhkan masyarakat. Semisal angkot, becak, ojek online, dan sebagainya. Namun sayang sekali, kami melihat banyak terjadi masalah yang muncul dari adanya sarana transportasi ini. Misalnya, jalan raya yang seharusnya digunakan untuk jalanan umum malah digunakan untuk pangkalan angkot. Hal ini mengakibatkan kemacetan.

Tak hanya itu, para penumpang angkot sering mengeluh karena angkot yang dinaiki mangkal terlalu lama. Bahkan tidak ada batas maksimal beban barang bawaan sehingga sebagian penumpang merasa tidak nyaman. Melihat semua masalah yang kami amati ini, maka kami mendiskusikan solusinya.
Salah satu ide kami adalah dengan menegaskan batas beban bawaan penumpang. Hal ini penting, selain untuk kenyamanan penumpang juga untuk keselamatan pengguna jalan lainnya.

Ide lain yang kami munculkan adalah perlunya pengaturan bahan bakar dan mesin kendaraan transportasi umum. Yakni agar asap yang keluar dari knalpot tidak berasap hitam. Sebab hal ini bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, juga sangat mempengaruhi keindahan kota Salatiga. Kalau bisa semua transportasi umum menggunakan bahan bakar listrik agar ramah lingkungan.

Ide utama yang kami simpulkan setelah berdiskusi panjang adalah perlu adanya halte khusus angkot. Yakni berupa tempat pemberhentian khusus angkot untuk mangkal dan menunggu penumpang. Selain agar tertata, juga untuk memudahkan penumpang saat menunggu angkot.

Dengan adanya halte khusus angkot, dilengkapi kursi dan atap, tentu saja calon penumpang bisa lebih nyaman saat menunggu kedatangan angkot. Terutama jika hari sedang hujan atau terik.

Ruang Publik: TROTOAR
Oleh: Kelompok 3 (Aliya, Dzikri, Bembem)

Salatiga adalah kota yang memiliki banyak dan cukup lengkap ruang publik, fasilitas-fasilitas ruang publik yang bisa dibilang cukup terwat. Namun sayang, baik dari pemerintah kota yang membangun, maupun dari kita masyarakat yang menggunakan ruang publik tersebut, belum bisa mewujudkan fungsi dari ruang publik ini secara maksimal.

Trotoar di kota salatiga menurut kami sebenarnya sudah sangat layak, dan bisa dibilang cukup bersih meskipun ada beberapa coretan-coretan kecil  yang tentu saja mengganggu pemandangan.

Sangat disayangkan ada beberapa wilayah trotoar yang menurut kami meleset dari fungsi trotoar itu sendiri. Seperti adanya objek-objek konstruksi tidak terlalu penting yang justru malah membuat trotoar ini menjadi terlau sempit untuk dilewati. Di trotoar-trotoar yang baru dibangun di kota Salatiga sangat banyak sekali objek-objek konstruksi yang menurut kami kurang pas untuk diletakkan di trotoar. Seperti bangku yang diletakkan di tempat terik dan batu berbentuk bola yang sangat banyak sekali kita temui, justru malah mempersempit ruang pejalan kaki di trotoar tersebut.

Ada pula masalah-masalah yang muncul akibat kurangnya kesadaran  pengguna ruang publik itu sendiri. Seperti parkir sembarangan di trotoar, atau di ruas jalan yang dikhususkan untuk pengguna sepeda, beberapa pengguna mobil bahkan parkir hingga menutup setengah ruas jalan raya.

Ide kami, objek-objek yang kurang efektif di trotoar alangkah baiknya dipindah dan dibuatkan spot yang teduh agar pengguna jalan dapat menggunakanya untuk duduk-duduk beristirahat. Juga dengan membuat kran air minum di trotoar seperti yang ada di luar negeri, sehingga fungsi trotoar ini bisa lebih efektif dan maksimal.

Untuk ruas jalan khusus sepeda menurut kami perlu ada kegiatan atau event sosialisasi dari pemerintah kota tentang jalan tersebut. Mungkin karena masyarakat jarang melihat kegunaan dari jalan ini, mereka jadi beranggapan kalau jalan khusus sepeda ini sudah mati fungsi, yang akhirnya mereka gunakan untuk parkir. Dengan event atau kegiatan bersepeda bersama di hari Minggu atau bentuk sosialisasi ruang publik yang lain, kesadaran masyarakat akan muncul sehingga tidak lagi menggunakn fasilitas ruang publik mereka seenaknya.

Sebagai warga negara yang baik, kita harus memulai dari diri kita sendiri untuk menjaga fasilitas ruang publik yang sebenarnya adalah milik kita bersama. Caranya; tertib menaati aturan yang ada. Dengan begitu kita sudah membantu dan mendukung pihak yang berwenang untuk terus meningkatkan kualitas, perawatan dan mutu ruang publik kita bersama.

Tata Ruang: LAHAN HIJAU
Oleh: Kelompok 4 (Yudha, Fredy, Mada, Izza, Danial, Abel)

Kelompok 4 memulai penelusuran dengan mencari bahan dan ide di Perpusda (Perpustakaan Daerah) Kota Salatiga. Di situ kami membahas apa itu Zonasi atau Tata Ruang Kota berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota. Kami tidak menemukan informasi-informasi yang cukup seputar Salatiga di Perpusda, maka kami cukup memetakan masalah-masalah yang berkaitan dengan tata ruang Kota Salatiga dari apa yang kami amati.

Pertama yaitu masalah parkir di pasar. Selalu banyak kendaraan yang parkir sembarangan atau lewat tidak di jalurnya, bahkan menggunakan jalur becak sehingga menyebabkan macet. Salah satu penyebab kemacetan adalah lahan yang sedikit dan berdampingan langsung dengan jalan raya. Kami bersepakat bahwa lahan parkir sangat diperlukan di wilayah pasar Salatiga. Parkir yang berdampingan langsung dengan jalan raya sebaiknya hanya satu sisi saja digunakan untuk parkir kendaraan, tidak di kedua sisi jalan.

Masalah kedua yang kami bahas adalah ketersediaan lahan hijau. Di kota yang kecil yang bisa dikatakan padat ini hanya terdapat 4 taman. Yaitu Taman Kota Bendosari, Taman Tingkir, Alun-alun Pancasila, dan Selasar Kartini. Dari keempat taman tersebut yang tempatnya berdekatan dengan pemukiman padat hanya satu, yaitu Taman Tingkir.

Pohon-pohon pun banyak yang menjadi korban dan tergantikan oleh proyek trotoar. Kami mengemukakan ide bahwa taman atau lahan hijau tidak melulu harus menjadi proyek yang besar dan menggunakan lahan yang sangat luas. Sebetulnya menggunakan sepetak tanah berukuran lapangan bulu tangkis pun bias, dibangun di tengah-tengah pemukiman padat. Taman hijau semacam ini lebih berguna dan akan sangat berdampak positif langsung ke masyarakat. Baik secara ekologi maupun psikologi.

Kesimpulan dari kelompok kami  tentang tata ruang Kota Salatiga adalah ternyata masih banyak kebijakan pemerintah yang kurang efektif dan terkesan tidak merasakan apa yang dirasakan warganya. Jika pemerintah tidak menghasilkan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk menata setiap ruang di Salatiga, apalagi seiring bertambahnya warga yang bermukim di Salatiga, maka tinggal menunggu waktu saja fenomena macet, sumpek, dan kesemrawutan di setiap sudut Salatiga akan menjadi pemandangan sehari-hari.

Liputan ini dimuat di Majalah Elalang edisi 1 tahun XIV Maret 2019