Menteri Nadiem sudah memprovokasi untuk merevolusi pendidikan nasional. Ia memancing para guru dan segenap penentu kebijakan untuk berinovasi. Agar guru tak lagi dibebani administrasi, agar siswa bisa belajar dengan merdeka. Bagaimana kita menyongsong aura perubahan itu?

Inilah kira-kira bahasan utama dalam diskusi yang dimoderatori Dr. Miftahudin, M.Pd. dari Dewan Pendidikan Salatiga pada Kamis (5/12) lalu. Empat narasumber dihadirkan, yakni Yulianto (walikota), Yuni Ambarwati (kepala dinas pendidikan), Dance Ishak Palit (ketua DPRD) yang diwakili Surya dari unsur akademisi Universitas Kristen Satya Wacana, dan Ahmad Bahruddin yang diwakili Zia Ul Haq dari Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah.




Dalam acara tersebut, segenap praktisi pendidikan Salatiga mendiskusikan langkah riil yang bisa dilakukan untuk memulai perubahan pendidikan ke arah yang lebih efektif. Semua narasumber sepakat bahwa saat ini adalah momentum perubahan pendidikan nasional. Pidato singkat menteri di Hari Guru kemarin sangat gamblang menggambarkan arah perubahan itu. Tinggal bagaimana pemangku kebijakan meresponnya.

Era pendidikan saat ini sangat berbeda dengan masa satu-dua dekade lalu. Efektivitas pembelajaran harus diupayakan, kemerdekaan belajar siswa harus diperjuangkan, sesuai dengan kondisi zaman. Perubahan jangan hanya urusan teknis keperangkatan, tetapi juga filosofis pembelajaran. Aura perubahan mengarah pada model pendidikan yang kreatif dan inovatif. Sedang ada peralihan dari corporate learning, yakni model belajar yang serba diatur, menjadi democratic learning, yaitu model belajar yang merdeka.

Peserta diskusi yang berlatar praktisi pendidikan mengeluhkan betapa repotnya tugas administrasi guru dan dosen. Sehingga tak bisa bisa fokus pada pengembangan pembelajaran. Peserta yang lain mengkritisi kebijakan beban belajar yang tidak realistis, sedangkan muatan lokal yang justru kontekstual tidak dikembangkan.

KBQT tentu sudah berada di depan dalam atmosfer perubahan ini. Semua poin yang dipidatokan Menteri Nadiem sudah dilakukan di KBQT dengan efektif. Tidak ada guru yang direpoti administrasi berlebihan, anak-anak belajar sesuai minat dan bakat, pembelajaran belangsung secara dialogis dan saling mengajar. Semua itu sudah jadi budaya di KBQT. Bukan untuk pamer, melainkan untuk membuktikan bahwa kemerdekaan belajar yang digaungkan menteri itu bukan hal mustahil untuk dipraktikkan. Baik di lembaga formal, apalagi nonformal.

Kuncinya adalah pada paradigma pendampingan belajar. Yakni bagaimana guru tidak sekedar mengajar, tetapi lebih menjadi pendorong, pendamping, dan pengapresiasi. Guru memetakan konsep diri siswa, membantu siswa mengenali minat dan bakatnya, kemudian memfasilitasinya belajar secara optimal.

Selain pebicaraan filosofis, forum tersebut juga membahas konsep praktis menyongsong perubahan. Di sinilah diskusi mulai gayeng. Walikota membuka lebar pintu gagasan untuk dieksekusi, asalkan regulatif dan berdampak bagi masyarakat. Perubahan praktis yang diupayakan juga harus dimulai dari lingkup kecil dahulu, yakni komunitas aras bawah.

Ada banyak usul bertaburan dalam diskusi tersebut. Mulai dari usulan PKBM inklusif, PAUD Holistik-Integratif, TBM perdukuh, hingga optimalisasi empat muatan lokal. Adapun KBQT mengusulkan pembentukan Sanggar Kreatif tiap kelurahan sebagai wujud pendidikan berbasis masyarakat yang berorientasi pada karya dan keterampilan nyata.

Semua usul dan tanggapan diapresiasi Pak Walikota dengan baik. Ia bahkan menganjurkan agar dinas pendidikan belajar dari KBQT, agar hal-hal yang baik bisa direplikasi. Salatiga sudah dikenal sebagai kota toleransi, sudah menjadi kota smart kedua nasional, dan kini menggali potensi untuk menjadi destinasi studi dan wisata edukasi nasional. Bukan hal yang mustahil. Buktinya, KBQT sudah belasan tahun menjadi jujugan pendidikan, skup nasional bahkan internasional.

Beberapa poin penting yang menjadi intisari diskusi para pemangku kebijakan pendidikan di Salatiga ini di antaranya ialah;

1. Seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Kota Salatiga berkomitmen kuat untuk menjadikan Salatiga sebagai Kota Destinasi Pendidikan.

2. Untuk menuju hal tersebut, maka akan dilakukan upaya sistematis dan sinergis mendorong keunggulan pendidikan berbasis pada masyarakat dengan mensinergikan seluruh potensi yang ada.

3. Sebagai tawaran ide dapat dimulai dengan mensinergikan Galeri Karya Inovatif (usulan Dinas Pendidikam) dan Sanggar Kreatif (usulan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah).

4. Secara teknis, karakteristik keunggulan lokal Salatiga perlu digali dan dikembangkan, misalnya robotik, coding matematik, atau seni untuk terus diasah bekerjasama dengan perguruan tinggi yang ada.

5. Disamping hal di atas, beberapa program unggulan yg sudah berjalan dapat disinergikan, misalnya: kota inklusi, kota vokasi, keberadaan Smart Resource Centre, dll.

6. Untuk mendukung cita-cita mulia di atas, semua pihak harus bergotong royong bahu membahu dalam mewujudkannya.

7. Hal-hal di atas sekaligus dimaksudkan utk menyongsong era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang sedang berlangsung, serta arah baru kebijakan Menteri Pendidikan Nasional, Mas Nadim Makarim.

Salatiga, Kamis 5-12-2019

*ditulis oleh Zia Ul Haq (KBQT) & Miftahuddin (Dewan Pendidikan)