Oleh: Rasih M. Hilmy, dkk.

Persoalan desa dimana kami tinggal, adalah juga masalah kami semua. Karena kami belajar dari kehidupan. Mulai dari masalah sampah di desa sampai dengan masalah bengkok. kami mencoba belajar dari sana.

Sengketa mengenai tanah bengkok menjadi pokok bahasan kami sejak dua tahun yang lalu. Karena ada berbagai masalah yang datang silih berganti mengenai tanah bengkok. Kami masih sering membahas mengenai bengkok, karena ini menyangkut kesejahteraan para petani di lingkungan sekitar kami. Ada berbagai masalah yang membawa kami ikut berpikir bersama. mulai masalah pembagian tanah bengkok, sampai konflik mengenai pembebasan lahan bangkok karena pembangunan SMK.

Liburan tahun lalu, angkatan pertama dan angkatan ke dua sekolah kami berkumpul bersama untuk mengerjakan dua proyek. semua siswa di dua kelas ini bergabung untuk kemudian dibagi menjadi dua kelompok besar. Satu kelompok membahas proyek pembuatan film dokumenter Borobudur dan yang satunya membahas tentang tanah bengkok desa Kalibening.

Bengkok, dulunya tanah bengkok adalah tanah rakyat. Tanah ini digunakan untuk menggaji para kepala desa yang sedang menjabat, pada suatu desa. Dulunya, kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat desa setempat. Karena cara pemilihan seperti ini, kepala desa terpilih tentu memiliki wibawa tersendiri, dan akan berfungsi sebaga rujukan masyarakat.

Beberapa waktu yang lalu, muncul undang-undang yang tidak memperbolahkan adanya desa di suatu kota. padahal, undang-undang ini masih diperdebatkan oleh DPR pusat. Namun DPRD kota salatiga terlalu tergesa gesa, yang pada akhirnya terlanjur ketuk palu untuk memutuskan bahwa tidak diperbolehkannya ada suatu desa di kota salatiga. Karena keputusan tersebut, semua desa di salatiga diubah bentuk menjadi kelurahan.

Saat ini, desa berubah menjadi kelurahan. Perbedaan antara desa dengan kelurahan sendiri dimulai dari sistem kepemimpinanya, desa bisa dibilang mandiri. kalau kelurahan masih tergantung dengan yang diatasnya, pemerintah kota. Perubahan tersebut ternyata membawa dampak negatif untuk semua, diantaranya: dilihat dari kepemimpinannya, desa menjadi tidak mandiri lagi. Dan juga lahan bengkok tidak bisa dikuasai lagi oleh pemerintah desa yang mandiri, tapi dikuasai oleh pemerintah kota.

Di desa Kalibening sendiri sebenarnya mempunyai kas sendiri dari hasil bengkok, tapi setelah berubah menjadi kelurahan, kas tersebut langsung masuk ke pemerintah kota.

System pemilihan pejabat lurah sendiri ditunjuk langsung oleh pemerintah kota, ini berakibat para pejabat lurah tidak memiliki lagi kewibawaan di masyarakat desa, dan kebanyakan hanya berfungsi sebagai pemilik stempel kelurahan.

karena permasalah itulah, semua siswa asli Kalibening bergabung jadi satu untuk membahas tanah bengkok desa. Kami tertarik mengangkat tema seputar bengkok karena isu itulah yang kebetulan paling dekat dengan kami. Keprihatinan kami tentang masalah desa membuat sebagian besar dari kami antusias untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Tahun 2007 lalu memang sempat terjadi perdebatan mengenai masalah tanah bengkok. Terlebih dikarenakan tanah kas desa diambil alih oleh pemerintah kota. Kemudian ada pelelangan yang diadakan pemkot untuk warga desa.

Data dan cerita yang kami peroleh belum begitu lengkap. karena itulah selanjutnya kami membagi beberapa kelompok lagi untuk interview ke para petani dan beberapa orang yang terkait masalah bengkok. Ada berbagai pertanyaan yang kami rancang untuk kemudian kami pertanyakan lewat wawancara kepada mereka. Hari berikutnya kami berpencar untuk mengunjungi narasumber dan menggali data sebanyak-banyaknya.  Setelah beberapa data didapatkan, kami berkumpul kembali dan mendiskusikan di kelas.

Ternyata, pada dasarnya petani lebih suka menggarap tanah bengkok ketimbang buruh. Mereka lebih mendapatkan keuntungan dari penggarapan tanah begkok tersebut.  Karena hasil penggarapan sangat banyak dan berlipat-lipat daripada uang sewa. karena itulah banyak petani yang tertarik untuk menggarap tanah bengkok.

Syarat-syarat petani yang bisa menggarap tanah bengkok adalah petani yang cukup handal. Penggarapan tanah bengkok lebih diutamankan untuk petani yang sebelumnya belum mendapat kesempatan menggarap. Lelang tetap dijalankan. Panitia pelelangan berusaha tetap adil dalam mencari  petani penggarap yang tepat.

Pembangunan SMK 2007-2008 di atas tanah bengkok

Hasil pelelangan sudah ditentukan. Petani yang mendapat kesempatan menggarap  tanah bengkok juga sudah memulai penggarapan. Tapi masalah kembali datang. Petani Kalibening sempat digegerkan oleh berita pembangunan SMK.

Suasana desa Kalibening begitu cepat berubah. Kalibening bagian selatan yagn dulu terkesan hijau dan khas dengan perasawahan, kini sudah berubah menjadi bangunan-bangunan. Pemerintah menjadikan sebagian lahan bengkok untuk pembuatan SMK. Meski ada beberapa petani yang menolak pendirian sekolah tersebut, tapi pembangunan tetap saja dilanjutkan.

Kami bermaksud melakukan penolakan terhadap pembangunan SMK karena ingin membela petani. Sebelum bergerak, terlebih dulu kami mencari data mengenai petani yang menolak pembangunan sekolah tersebut. Kami membagi beberapa kelompok untuk kembali melakukan wawancara kepada para petani.

Ternyata petani kurang menyukai adanya pembangunan tersebut. Dikarenakan merasa kehilangan pekerjaan. Apalagi petani masih dalam masa penggarapan tanah bengkok. Meski masih diberi kesempatan untuk menggarap sampai panen. Tapi pada akhirnya setelah panen, penggarapan petani sudah pasti dihentikan.

Petani masi merasa tidak puas jika hanya mendapatkan uang. Karena uang hanya akan habis di masa itu juga. Sedangkan mereka tetap butuh melanjutkan pekerjaan mereka. Tapi apa boleh buat. Jika sekolah tetap dibangun di atas lahan bengkok, maka mereka sudah tidak bisa lagi menggarap tanah tersebut di lain waktu.

Kami kembali kumpul bersama dan mendiskusikan masalah pembangunan SMK di lahan bengkok. Kami berencana melakkan penolakan atas pembangunan tersebut. Kami melakukan pendekatan kepada para petani untuk mendapatkan keterangan lebih lengkap lagi. Kami berencana melakukan penolakan dengan cara halus.

Tapi rencana tinggallah rencana. Kami kalah cepat dan kalah kuat. Karena pada akhirnya masyrakat lebih percaya pada janji dari pemerintah kota. Pembangunan gedung SMK Negri tiga telah dimulai semenjak peletakan batu pertama oleh walikota dan DPR komisi II pada Rabu 7 November 2007 yang lalu. Sempat ada konflik dengan masyarakat penggarap bengkok. Mereka kehilangan lahan pertanian yang selama ini digarapnya, dan tidak ada lahan penggantinya.

Tapi tanah yang dulunya merupakan lahan yang irigasinya tidak lancar ini akhirnya dimanfaatkan untuk pembuatan sekolah baru di Salatiga. Sehingga ada pembebasan lahan serta ganti untung untuk petani yang dulunya menggarap bengkok. Dengan terpaksa para petani merelakan tanah yang selama ini menjadi mata pencahariannya untuk dibangun SMK.

Ada banyak faktor yang menyebabkan pihak SMK 3 memutuskan untuk menempati Kalibening. Selain daripada letaknya yang cukup strategis, juga dikarenakan pendidikan yang dirasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selama ini di salatiga lokasi sekolah tingkat menengah hanya mengelompok di Sidomukti. Karena itu, agar pendidikan merata SMK 3 didirikan di kecamatan Tingkir.

Tanah asset pemerintah ini sudah mulai dirubah. Rencana untuk menjadikannya gedung sekolah tetap berjalan. Pembangunan demi pembangunan masih berlanjut. Tukang-tukang yang mengerjakan pembangunan tidak lain adalah warga sekitar Kalibening sendiri. Dengan gaji 21.000,- per hari, mereka dengan gigih bekerja untuk menyelesaikan pembangunan. Tidak hanya kaum laki-laki, tapi beberapa perempuan juga ada yang menjadi tukang di SMK 3.

“Sebenarnya saya dagang. Tapi karena lagi sepi ya saya nukang saja.” Tutur seorang Ibu yang saat itu sedang sibuk mengangkat air.

Empat hektar telah dipersiapkan untuk pembangunan SMK Negri 3. Berbagai jurusan telah dipersiapkan. “Kami berusaha mengembangkan jurusan-jurusan baru. Juga kami ingin mendidik petani-petani modern yang handal.” ucap seorang pendidik yang kami temui di kantor SMK. 

Harapan ke depan untuk Kalibening bagi para pendidik adalah, suatu saat Kalibening menjadi tempat yang terbuka. Banyak angkutan umum yang masuk ke Kalibening, dan dengan adanya SMK Negri 3 ini nanti pasti akan dibutuhkan jasa foto kopi, kos, kantin, dan segala macam yang semoga bermanfaat juga untuk warga desa Kalibening.

Tim Penulis:
Ardillah Umami
Eni Rahmawati
Siti Qona'ah
Fina Affidatffsofa
Rasih Mustaghis hilmiy
Mariyatul Ulfa
Nailul Izza