Oleh: Wiwin Sumirat (Pendamping Belajar)

“Menjadi guru? Ooh tidak!”

Itu pernyataan saya ketika awal kelar kuliah sebagai sarjana pendidikan. Dalam bayangan saya, guru itu tidak keren, guru itu tidak asyik, guru itu lempeng-lempeng saja, dan guru itu gajinya (maaf) di bawah rata-rata. Karena tolak ukur saya masih soal keberhasilan finansial, jadi keinginan saya ya kerja yang asyik, bisa kemana-mana (senang keluyuran), jadi wartawati. Itu yang menurut saya kerjaan asyik dan berwawasan luas. Atau setidaknya mewujudkan cita-cita kecil saya; ‘bakul daging’ yang berhias kalung, gelang, cincin, duitnya ratusan ribu uwel-uwelan. Saya pun ngeyel pada diri sendiri untuk mewujudkan cita-cita itu.

Rupanya kengeyelan akan berubah jika kita mampu belajar dari apa yang kita lakukan dan kita temui. Banyak sajian hidup bagi saya sewaktu masih kuliah menunggu wisuda (waktu itu saya kuliah 8 tahun baru kelar), banyak tawaran untuk mengajar dari mulai bimbel hingga parttime di sekolah umum. Di situ saya masih membuktikan dugaan saya bahwa memang menjadi guru cuma gitu-gitu aja.

Sampai suatu ketika saya bertemu teman  dan diajak ke suatu desa di batas kota Salatiga, yang katanya ada sekolah alternatif dan butuh pendamping, yaitu Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah. “Ini sekolah model apa lagi,” pikir saya waktu itu.

Bu Wiwin (baju kuning) bersama warga belajar


Proses belajar di KBQT yang berbasis pada kebutuhan anak menjadi sangat menyenangkan. Karena semua anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Sekolah alternatif ini dikenal dengan sekolah yang bebas.  Perlu digarisbawahi, bebas disini bukan berarti terserah semaunya tanpa aturan, bukan begitu. Bebas yang dimaksud adalah bebas menuangkan ide, bebas berekspresi sesuai bakatnya, bebas memilih pilihan proses hidupnya, dan bebas-bebas yang positif lainnya, termasuk bebas seragam sekolah.

Pendamping tidak harus smarter than student, karena posisi belajarnya lebih pada peer teaching. Bedanya, pendamping berusia lebih tua daripada yang didampingi. Usia lebih tua dianggap sudah melalui proses hidup yang lebih matang dan mampu menjadi pengayom bagi yang lebih muda. Meski begitu, sekarang wajah saya tetep tampak lebih muda daripada anak-anak yang saya dampingi saat itu di kelas Star Image dan kelas SaRuNGI, seperti Muna, Sofyan, Ahad, Bayu, Topik, Ilmi, Isti, dan lain-lain.

Proses pendampingan belajarpun asyik. Anak-anak bebas menentukan capaian belajar mereka, sesuai inquiry mereka. Pendamping menyesuaikan dan membantu mendapatkan fasilitas, baik berupa materi atau bahan lainnya untuk proses belajar, dan itu dilakukan bersama anak-anak. Tempat belajar juga bebas sesuai kebutuhan belajar, lha wong Gusti Allah sudah menyediakan alam raya untuk menjadi media belajar, alam takambang jadi guru.

Setiap kali naik angkot dari kos menuju KBQT  bersama ibu-ibu yang pulang dari pasar, saya selalu dengar mereka mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan. Belum lagi keluhan perilaku anak sekolah yang bikin senewen. Saya hanya bisa mendengarkan dengan seksama dan berdoa semoga semua sistem sekolah di Indonesia segera mendapat hidayah agar memerdekakan anak dalam belajar.

Pada akhirnya, sekarang saya menikmati sebagai guru yang berperan sebagai pendamping anak. Sebab saya melihat bahwa setiap anak itu unik, dan keunikan anak itu asyik dipelajari. Bayaran terbesar seorang pendamping itu adalah ketika ada perubahan anak, dari yang belum tahu menjadi tahu, mampu membaca kondisi di lingkungan sekitar, baik dengan sesama atau dengan alam dan kemudian mampu berempati terhadapnya. Yang terpenting, anak menjdi  lebih bertambah baik akhlaknya.

Yang pasti, sampe saat ini meski sudah tak lagi mukim di Salatiga, saya masih merasa dekat dengan KBQT. Saat ini, di komunitas bank sampah kampung sebagai wadah kegiatan orang tua dan anak, maupun di sekolah tempat bekerja sekarang, saya tetap ‘meracuni’ proses pendidikan dengan memerdekakan anak. Saya juga masih sering melibatkan teman-teman KBQT untuk berbagi ilmu dengan anak-anak kampung saya saat ini. Anak-anak dampingan di sinipun sangat ingin berkunjung sambil belajar singkat dengan teman-teman di KBQT. Betul-betul rindu rasanya.