Rabu pagi (9/2/2022), bertempat di aula gedung Lumbung Sumber Daya (LSD), Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah menggelar forum bertajuk "Diskusi Terfokus Inovasi Teknologi untuk PNF, Akademi, Komunitas, dan Pesantren". Acara ini dihadiri oleh para tamu istimewa yang membawa semangat perubahan dan kebaruan di lingkungan gerak masing-masing.


Acara dimulai pukul 08.00 WIB dengan ngobrol santai dan ramah tamah di kediaman Ahmad Bahruddin, yang diisi pemaparan dari Joko Budi Wiryono, inovator gula cair rendah indeks glikemik pertama di dunia. Pukul 09.30, seluruh tamu pindah ke aula LSD untuk memulai forum diskusi terfokus.



Meskipun digelar di ruang yang sederhana, format acara yang sederhana, dan suguhan yang sederhana, tapi gagasan-gagasan yang muncul di forum ini tidaklah sederhana. Bagaimana mewujudkan lembaga pendidikan yang inovatif, kreatif, mandiri dan berdaya? Bagaimana mendongkrak indeks inovasi Indonesia di kancah dunia? Bagaimana merealisasikan pemberdayaan masyarakat di lingkup lokal daerah? Bagaimana semestinya kurikulum pendidikan yang tepat guna?


Demikianlah pertanyaan-pertanyaan besar forum pagi itu yang dipandu langsung oleh tuan rumah, Ahmad Bahruddin.


"Ukuran pencapaian suatu proses belajar adalah kebermanfaatan. Sedangkan untuk bermanfaat maka harus ada kontribusi, berupa karya. Kamu berkarya, maka kamu ada. Jadi kalau tidak berkarya, tidak bermanfaat, lebih baik segera tidak ada saja," kelakar Bahruddin setelah memamerkan karya-karya nyata warga belajar Qaryah Thayyibah.


Pernyataan Bahruddin diamini oleh Arfian Fuadi, pendiri D-Tech Engineering, yang telah sukses dalam dua tahun ini menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan (Sustainable Education Program). Program ini tidak hanya menciptakan atmosfer belajar yang kental dengan semangat berkarya, tapi juga berhasil menjadikan lembaga pendidikan mandiri dan berdaya.


Arfian bercerita tentang bagaimana awal perjalanan inovasi D-Tech Engineering mencipta karya-karya kelas dunia, menjuarai kompetisi-kompetisi desain internasional, hingga memulai program pendidikan berkelanjutan. Tak ketinggalan, ia juga bercerita tentang bagaimana para mahasiswanya bebas berinovasi, berpenghasilan tinggi, bahkan sudah mampu menyumbang pajak yang tidak sedikit untuk negara.


"Kami tidak mau menjadikan mahasiswa sebagai komoditi. Pola institusi pendidikan yang mengandalkan tuition (SPP) dari mahasiswa pasti akan obsolete (usang). Tapi di tempat kami, mahasiswa adalah aset bagi kampus, yang belajar untuk berinovasi, berkreasi, dan berproduksi. Guru di tempat kami pun hanya mendampingi belajar, maka guru tidak harus paling pintar dari anak-anak," kata Arfian.


Paparan Ahmad Bahruddin dan Arfian Fuadi ditanggapi dengan sangat antusias oleh Tri Mumpuni, anggota Badan Riset dan Inovasi Nasional yang hadir pagi itu.


"Saya sudah sampaikan di hadapan banyak orang, bahwa pendidikan yang benar seharusnya adalah hipotesa kesejahteraan lokal. Potensi yang ada di suatu desa dimanfaatkan sedemikian rupa demi kesejahteraan masyarakat di situ juga," ungkapnya.


Tak kalah antusias, Syaiful Huda, ketua Komisi X DPR-RI, juga menyatakan optimismenya. Sehingga perjamuan gagasan pagi itu harus ditindaklanjuti lebih serius, agar tidak layu di tengah jalan. Terutama bagaimana agar pemerintah bisa mendukung langkah-langkah inovatif D-Tech Engineering  dan Qaryah Thayyibah.


Totok Suprayitno, analis kebijakan ahli utama Kemdikbudristek RI, mengapresiasi betul gerakan pendidikan merdeka yang sudah dipraktikkan Qaryah Thayyibah dan D-Tech Engineering. Dua lembaga inilah, menurutnya, contoh lembaga pendidikan yang sudah bisa mengamalkan "Merdeka Belajar" seutuhnya.


"Sekolah kebanyakan ulah, overacting. Dipikirnya sekolahlah yang mampu mencerdaskan anak. Tapi justru biarkanlah anak yang overacting, sekolah cukup 'membombong'," ujarnya.


Turut berkomentar pula Purwo Santoso, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, yang mengajak D-Tech Engineering untuk berkolaborasi. Ditambah lagi tantangan dari Suryasatriya, Rektor Universitas Okmin Papua, agar inovasi D-Tech Engineering bisa ditularkan di wilayah-wilayah terisolasi dari akses informasi yang memadai seperti Okmin.


Meskipun forum secara resmi ditutup pukul 13.30 WIB, namun diskusi tetap berlanjut. Sebab gagasan-gagasan penting ini perlu dikonsepkan secara utuh untuk kemudian direalisasikan sesegera mungkin.